Pages

أهلا وسهلاعلى بلدي بلوق أن يفسر معنى في رحم الإسلام

Senin, 28 November 2011

"AL-QUR'AN sebagai Pedoman"


Bahasa Al-Qur’an :
Allah menegaskan “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa Arab”. Ini penegasan dari Allah SWT, bahwa Al-Qur’an adalah bahasa Arab, bahasa yang dipakai oleh nabi Muhammad dan oleh masyarakat Arab. Tujuannya sudah pasti agar Al-Qur’an mudah difahami.


Akan tetapi, menurut Isa Bugis, Al-Qur’an bukan bahasa Arab tetapi bahasa wahyu. Alasannya adalah karena Muhammad adalah keturunan nabi Ismail dari isteri kedua, sehingga Muhammad berdarah Babylon, bukan berdarah Arab asli dengan demikian maka bahasa nabi Muhammad adalah bukan bahasa Arab tetapi serumpun dengan bahasa Arab, itulah yang disebut "bilisáni qaumih" (berbicara dengan bahasa kaumnya).

Menurut penulis, pendapat di atas tidak tepat dengan alasan-alasan :
Alasan pertama, sebagaimana dijelaskan oleh Ismail al-Faruqi adalah bahwa, suku Arab asli (al-‘Aribah) ialah suku Qanaan, Ya‘rub, Yasyjub dan Saba'. Kemudian datanglah suku Arab Musta‘ribah I (Pendatang I), yakni suku ‘Adnan, Ma’ad dan Nizar. Lantas datang pula suku Arab Musta‘ribah II (Pendatang II) yakni suku Fihr atau Quresy. Jadi suku Quresy adalah bagian dari Suku Arab, bukan suku lain. Suku-suku pendatang lantas berbaur dan mempelajari bahasa yang ada yakni bahasa Arab, bukan mempelajari bahasa Babylon.

Alasan kedua, Bangsa Arab termasuk bangsa Semit. Dewasa ini yang disebut dikatagorikan bahasa Semit adalah setengah kawasan bagian Utara, bagian Timurnya berbahasa Akkad atau Babylon dan Assyiria, sedangkan bagian Utara adalah bahasa Aram, Mandaera, Nabatea, Aram Yahudi dan Palmyra. Kemudian di bagian Baratnya adalah Foenisia, Ibrani Injil. Di belahan Selatan, yakni di bagian utaranya berbahasa Arab sedangkan sebelah selatan berbahasa Sabe atau Hymyari, dan Geez atau Etiopik. Hampir semua bahasa di atas telah punah , hanya bahasa Arab yang masih hidup".

Apakah ada bahasa selain Arab yang serumpun dengan bahasa arab dapat dilihat antara lain dari bentuk hurufnya. Huruf Arab ternyata berbeda sekali dengan dengan huruf bahasa Foenesia, Aramaea, Ibrani, Syiria Kuno, Syiria Umum, Kaldea dan Arab. Para pembaca bisa melihat perbedaan huruf-huruf tersebut pada buku "Atlas Budaya" karya Ismail Al-Faruqi bersama isterinya.

Al-Qur'an menggunakan huruf Arab bukan huruf lainnya, dengan demikian maka bahasa dan tulisan Al-Qur'an memang mutlak bahasa Arab bukan bahasa yang serumpun bahasa Arab. Kalau mau dikatakan serumpun maka harus dikatakan serumpun dengan bahasa Semit bukan serumpun bahasa Arab. Sebagai tambahan penjelasan, menurut Ismail Al-Faruqi, bahasa Semit yang masih hidup sampai saat ini adalah bahasa Arab. Dengan demikian maka bahasa Al-Qur'an adalah bahasa Arab, bahasanya orang Arab bukan serumpun dengan bahasa Arab.

Hujjah lain dari kelompok Isa Bugis adalah bahwa jika Al-Qur’an berbahasa Arab maka semua orang Arab pasti mengerti Al-Qur’an, tetapi pada kenyataannya tidak semua orang Arab mengerti Al-Qur’an, kalau begitu Al-Qur’an bukanlah bahasa Arab.

Hujjah inipun lemah. Mengapa demikian? Keadaan ini sama saja dengan orang Indonesia. Tidak semua orang Indonesia mampu memahami karya sastera berbahasa Indonesia, ini karena buku-buku sastera itu menggunakan bahasa Indonesia kelas tinggi.

Pada umumnya orang-orang Arab dalam percakapan mereka sehari-hari menggu-nakan bahasa Arab Yaumiyah sedangkan Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab Fushá. Di samping itu untuk dapat memahami suatu teks tidak cukup dengan mengetahui kosa kata (mufradat) tetapi harus berbekal ilmu pengetahuan tentang isi teks. Sarjana sastera Indonesia misalnya, tidak otomatis dapat memahami teks buku-buku Ilmu Kimia. Begitu pun sarjana Kimia tidak otomatis memahami teks tentang filsafat. Untuk mampu memahami teks ilmu pengetahuan, harus memiliki syarat-syarat, antara lain memahami substansi materi, memiliki frame of reference yang teratur, serta memiliki paradigma berfikir yang menunjang. Ketidakmengertian sebahagian orang Arab terhadap teks-teks Al-Qur’an tidak menunjukkan bukti bahwa Al-Qur’an bukan bahasa Arab.

Hujjah ketiga Isa Bugis adalah bahwa kata ‘Arabiyyan dengan doble ya merupakan ya nisbat yang menunjukkan serumpun dengan bahasa Arab tetapi bukan bahasa Arab. Sepengetahuan penulis, kata ‘arabiyyan berarti bahasa yang dinisbahkan kepada orang Arab, atau bahasanya orang Arab, yakni bahasa Arab.

Wahbah Zuhayly, ketika menafsirkan ayat tersebut menyataklan bahwa kata ‘arabiyyan bermakna “nuzila bilisánin ‘arabiyyin mubân, yaqra-u bi lugah al-‘arabi”, yang artinya al-Qur’an diturunkan dengan lisan orang Arab, di baca dengan bahasa Arab. Senada dengan itu, Muhammad Ibn Muhammad Abu Syahbah dalam bukunya: ”Al-Madkhal li Dirásah Al-Qur’án al-Karâm” menjelaskan bahwa Al-Qur’an itu adalah kitab ‘arabiyyah al-akbar atau kitab berbahasa Arab yang maha besar.

Kelompok Isa Bugis pun lantas beralih dengan mengatakan bahwa Al-Qur’an bahasa Quresy bukan bahasa Arab. Pendapat demikian ditentang oleh Ahmad Satori sebagai doktor dalam sastra Arab. Ia menegaskan bahwa bahasa orang Arab adalah bahasa Arab. Perbedaan bahasa Quresy dengan bahasa suku Tamim dan lain-lainnya hanyalah dalam dialek bukan dalam makna.
Dengan demikian hujjah Isa Bugis yang menyatakan al-Qur'an bukan bahasa Arab, seluruhnya tertolak.

AL-QUR'AN Sebagai Pedoman Manusia
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya kejalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka kejalan yang lurus. (Q.S. Al-Maa’idah [5]: 16).

Alkisah, terdapatlah seorang pengembara yang terbangun dari keadaan tidak sadar dan mendapati dirinya di tengah hutan. Dia tidak tahu di mana ia berada, dari mana dia berasal, siapa dia, dan untuk apa dia ada di hutan itu. Yang dia tahu adalah bahwa dia berada di sebuah hutan belantara, dikelilingi belukar lebat, pepohonan, binatang liar, dan tanpa ada seorang manusiapun untuk tempat bertanya. Di sekitar tempat dirinya terbangun, tidak dia menemukan apapun yang bisa mengingatkan dirinya akan asal-usulnya, dan kenapa dia ada ditempat itu.

Seiring waktu berjalan, dia mencapai titik lelah untuk mencari siapa dirinya, dan kenapa dia berada di tempat itu. Akhirnya, yang lakukan dia dalam keseharian hanyalah bertahan hidup, tanpa tujuan dan arah yang pasti. Hingga suatu ketika datang seseorang yang mengaku sebagai utusan maha raja, yang menerangkan jati dirinya melalui sebuah surat dari sang raja, bahwa dia adalah seorang pangeran, yang berada dari suatu negeri, diutus ke tempat ini untuk mencari harta karun. Buktinya adalah secarik kertas kecil yang diselipkan di bajunya, berisi catatan tentang siapa dia dan misi apa yang dia bawa di hutan.

Cerita pengembara di atas, jika dianalogikan atau diandaikan dengan kehidupan kita sebagai manusia ibarat ‘pengembara’ yang hidup di ‘hutan’ dunia. Seandainya saja tidak ada ‘utusan’ yang membawa petunjuk, tentulah kita akan tersesat dan kebingungan dalam mengarungi hidup ini. Sebgaimana mereka yang tidak beriman seperti kaum materialis, atheis, dan hedonis yang hidup dalam kesesatan. Maka bersyukurlah kita yang mendapatkan petunjuk dari utusan Allah yaitu Muhammad SAW, yang menyampaikan kabar gembira, memberi peringatan, dan menerangkan hakikat penciptaan kita di dunia. Bersama Beliau, diturunkanlah Alqur’an sebagai pedoman hidup.

Alqur’an Sebagai Mukjizat

Untuk memperkuat dakwah yang disampaikan, Allah memberikan keistimewaan bagi para rasul yang disebut dengan mukjizat. Bagi seorang Rasul, mukjizat yang satu berbeda dengan yang lain. Biasanya, ada dua macam mukjizat yaitu yang bersifat materi/fisik, dan yang bersifat non materi, namun bisa ditangkap dengan ketajaman akal dan rasa. Alqur’an adalah mukjizat Nabi Muhammad SAW yang berupa fisik, akan tetapi juga mengandung mukjizat non-fisik yang luar biasa dibalik teks-teksnya. Maka pantas jika dikatakan bahwa Alqur’an adalah mukjizat Nabi Muhammad SAW yang terbesar dan tidak dibatasi oleh waktu dan tempat. Secara jelas Alqur’an telah memperlihatkan kemukjizatannya dalam sejarah manusia. Ketika Alqur’an dilaksanakan dan diamalkan dengan kesungguhan, maka ia dapat menciptakan peradaban besar yang menguasai dunia dengan keadilan dan kesejahteraan. Lihat saja dulu, ketika Islam mengalami kejayaan, kaum Muslim meletakkan Alqur’an sebagai landasan bagi setiap hukum dan ilmu, maka seluruh bidang kehidupan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kaum Muslimin bahkan menjadi rujukan para ilmuwan dari negeri lain. Kaum Muslim menjadi ‘guru’ dunia.

Hidayah Alqur’an

Alqur’an merupakan sumber utama ajaran Islam, di mana di dalamnya terkandung hidayah bagi setiap muslim dalam menjalani kehidupan agar selamat dan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ada beberapa macam hidayah Alqur’an kepada manusia: pertama, mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Ilahi. Ajaran Alqur’an membimbing manusia agar keluar dari kegelapan yang berupa kekafiran, kesesatan dan kebodohan menuju cahaya Ilahi yang berupa keimanan, keislaman dan ilmu pengetahuan.

Allah SWT berfirman: Alif, laam raa. (Ini adalah) kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.(Q.S. Ibrahim [14]: 1).

Kedua, membimbing kehidupan manusia menuju jalan yang lurus, baik dan adil. Ini dicapai dengan mengikuti ajaran Islam yang shahih dan jalan tauhid yang ditunjukkan Alqur’an. Allah SWT berfirman: Sesungguhnya Alqur’an ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (Q.S. Al-Israa’ [17]: 9).

Ketiga, memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman dan peringatan kepada orang-orang ingkar (kafir). Alqur’an menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman melalui amal shaleh yang mereka lakukan, akan mendapat pahala berlipat dan akan dibalas dengan kebaikan di dunia dan surga di akhirat. Sebaliknya, orang-orang ingkar akan mendapat balasan buruk diakhirat. Allah SWT berfirman: Sesungguhnya Alqur’an ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal shaleh bahw bagi mereka ada pahala yang besar, dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka adzab yang pedih.(Q.S. Al-Israa’ [17]: 9-10).

Keempat, Alqur’an menyembuhkan hati manusia dan menebarkan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Ia menyembuhkan segala macam penyakit hati, termasuk akhlak tercela. Penyakit hati bersumber dari pemahaman akidah yang salah tentang Allah, malaikat, rasul-rasul, hari akhirat, qadha dan qadar. Kesalahan keyakinan ini membuat hati gelisah, sakit dan bingung. Allah SWT berfirman: Dan kami turunkan dari Alqur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Alqur’an itu tidaklah menmbah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Q.S. Al-Israa’ [17]: 82).

Kelima, berisi nasihat dan ibrah (pelajaran). Alqur’an banyak berisi kisah-kisah penuh hikmah tentang orang-orang terdahulu. Kisah-kisah itu tentu bukan hanya sekedar pemanis dan hiasan Alqur’an, lebih dari itu, ia adalah pelajaran (ibrah) yang harus diambil oleh umat Islam.

Firman Allah SWT: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Alqur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Q.S. Yusuf [12]: 111).

Alqur’an Sebagai Pembela di Akhirat
Telah bersabda Rasulullah SAW: Belajarlah kamu akan Alqur’an, di akhirat nanti dia akan datang kepada ahli-ahlinya, yang mana di kala itu orang sangat memerlukannya. Ia akan datang dalam bentuk seindah-indahnya dan ia bertanya, “Kenalkah kamu kepadaku?”

Maka orang yang pernah membaca Alqur’an menjawab: “Siapakah kamu?”

Berkata Alqur’an: “Akulah yang kamu cintai dan kamu sanjung, dan engkau juga telah bangun malam untukku dan kamu juga pernah membacaku di waktu siang hari.”

Kemudian berkatalah orang yang pernah membaca Alqur’an itu: “Adakah kamu Alqur’an?” Alqur’an lalu mengiyakan dan menuntun orang tersebut menghadap Allah.

Orang beriman itu kemudian diberi kerajaan yang kekal di tangan kanan dan kirinya, kemudian dia meletakkan mahkota di atas kepalanya. Pada kedua ayah dan ibunya yang muslim, juga diberi perhiasan yang tidak dapat ditukar dengan dunia walau berlipat ganda, sehingga keduanya bertanya: “Dari manakah kami memperoleh ini semua, padahal kami tidak sampai ini?”

Lalu dijawab: “Kamu diberi ini semua karena anak kamu telah mempelajari Alqur’an.”

Kelebihan Alqur’an

Alqur’an memiliki tiga kelebihan yang tidak dimiliki oleh kitab suci lain. Pertama, merupakan kitab suci yang paling banyak dibaca dan dihafalkan oleh manusia sejak dahulu hingga sekarang dalam bahasa aslinya. Dalam catatan rekor dunia guinness, disebutkan bahwa buku non-fiksi yang paling banyak dibaca sepanjang sejarah adalah Bible. Namun, kita tahu, Bible menggunakan bahasa setempat dan telah mengalami banyak perubahan. Sedangkan Alqur’an, apa yang kita baca darinya saat ini adalah apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW tanpa ada perubahan sedikitpun. Kedua, merupakan kitab suci yang mendapat perhatian sangat besar, baik oleh pemeluknya maupun oleh orang diluar mereka. Banyak ilmuwan non-Muslim yang mengakui Alqur’an, baik dari segi tata bahasanya maupun kandungannya. Ketiga, bagi seorang mukmin, membaca Alqur’an akan dapat memperkuat imannya serta kedekatannya kepada Sang Pencipta, dan membaca Alqur’an termasuk ibadah.

Sebagai seorang Muslim, sudah semestinya kita menjadikan Alqur’an sebagai pedoman hidup. Menjadikannya cermin melihat dan mengukur akhlak dan setiap aktivitas yang kita lakukan. Menjadikannya sahabat yang mengingatkan saat terlupa dan menegur saat alpa. Bila dalam satu hari kita tidak berkomunikasi dengan manusia kemudian kita merasa kesepian, maka apakah bila dalam satu hari kita tidak berkomunikasi dengan Dzat yang telah menciptakan kita dengan membaca Alqur’an, apakah kita merasa kesepian? Apabila setiap pagi kita merasa ada yang kurang tanpa membaca koran, maka apakah dalam setiap mengawali hari kita selalu merasa kurang sebelum membaca Alqur’an? Saat diri terlupa, tersesat dan lemah, maka apakah Alqur’an sudah kita jadikan sebagai pedoman hidup?

0 komentar:

Posting Komentar