Pages

أهلا وسهلاعلى بلدي بلوق أن يفسر معنى في رحم الإسلام

Selasa, 16 April 2013

WAKTU DILARANG SHALAT


PEMBAHASAN
فصل في وخمسة أوقات لايصلي فيها إلاصلاة لها سبب
“Waktu yang dicegah untuk Shalat”
Oleh : Nurul
Berkata Syaikh Abu Syujak :
فصل : وخمسة أوقات لايصلى فيها إلاصلاة لها سبب ، بعد صلاة الصبح حتى تغرب الشمس ، وعند طلوعهاحتى تتكامل وترتفع قدر رمح ، وإذا استوت حتى تزول ، وبعد العصر حتى تغرب الشمس ، وعند الغروب حتى يتكامل غروبها
Fashl : “Ada 5 waktu yang seseorang tidak boleh melaksanakan solat, selain ada sebab-sebab tertentu yakni: (1) setelah shalat subuh hingga terbit matahari. (2) ketika terbit matahari hingga sempurna dan kira-kira naik satu tombak. (3) ketika matahari erad di tengah-tengah langit (persis di atas ubun-ubun) hingga tergelincir. (4) ketika terbenam matahari hingga sempurna terbenamnya”.

Waktu yang didalamnya dimakruhkan mengerjakn shalat yang tidak mempunyai sebab ada lima. Yang tiga berhubungan denagn waktu, yaitu waktu terbit matahari hingga naik sepenggalah, ini pendapat yang sahih. Dan waktu istiwa’ (ketika matahari persis di atas ubun-ubun) hingga tergelincir, dan ketika matahari kekuning-kuningan hingga sempurna terbenam. Yang menjadi dalil akan kemakruhannya adalah hadist yang diriwayatkan olh Imam Muslim dari ‘Uqbah bin ‘Amar r.a. beliau berkata :
ثلاث ساعات كان ينهانا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نصلي فيهن أونقبر فيهن أمواتنا ، حين تطلع الشمس بازغة حتى ترتفع ، وحين يقوم قائم الظهيرة حتى تميل الشمس ، وحين تضيف الشمس للغروب
“Ada tiga waktu  yang kita sekalian dilarang oleh Rosululah saw mengerjakannya shalat didalamnya atau mengubur mayit kita, yaitu waktu terbit matahari secara jelas sehingga naik, waktu sesuatu berdiri tegak ditengah hari hingga tegelincir matahari dan waktu matahari condong hampir terbenam”.
Adapun dua waktu yang lain berhubungan dengan perbuatan, yaitu apabila seseorang telah melakukan shalat subuh dan asyar, oleh karena itu jika seseorang melakuakn shalat subuh dan asyar di awal waktu maka panjanglah waktu kemakruhannya begitu juga sebaliknya jika mengerjakan shalat tersebut di akhir waktu maka sedikitlah waktu kemakruhannya. Dalil kemakruhan mengerjakan shalat setelah subuh dan asyar yakni hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Abu Hurairah r.a., dari Rosulullah saw :
 ان رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن صلاة بعد العصر حتى تغرب الشمس ,وبعد صبح حتى تطلع الشمس
“Bahwasannya Rosulullah saw melarang shalat sesudah shalat asyar hingga terbenam matahari dan sesudah shalat subuh, hingga terbit matahari.”
Sebagai penerapan para Ulama’, bahwa orang uang mengumpulkan shlat secara jamak taqdim dan menjalankan shalat asyar dijamakkan dengan dhuhur, karena bepergian atua sakit atau karena hujan, juga dimakruhkan shalat sunnah baginya. Bahwa bisa disebutkan bahwa shalat sunnah itu makruh ketika berhubungan dengan waktu asli.
Ada beberapa pengecualian yakni diperbolehkannya shalat dilima waktu yang telah disebut tadi dalam hal masa dan tempat. Adapun pada masa yaitu waktu matahari istiwa’( ditengah-tengah langit ) pada hari jum’at. Ketidak-makrihan shalat ketika istiwa’ pada hari jum’at itu dad hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud r.a., hanya saja dia itu hadist mursal. Ini juga dikarenakan apabila kantuk telah menguasai pada waktu itu, oleh karena dengan bershalat sunnah dapat menolak kantuk karena khawatir akan merusak wudhu dan kebutuhan seseorang melangkahi pundak orang. Pertama, Waktu-waktu yang lain yang makruh untuk shalat yakni waktu zawal (gelincir) dihari jum’at, menurut qaul yang sahih karena tidak adanya arti untuk ta’lil ini. Ketidak-makruhan shalat sunnah pada waktu zawal itu beralku bagi siapappun meskipun dia tidak mendatangi jum’at, menurut qaul yang sahih. Kedua, Adapun tempat yang dikecualikan yakni Makkah, disana tidak di makhruhkan mengerjakan shalat di salah satu lima waktu itu, baik shalat unutuk tawaf atau yang lainnya. Yang dimaksud dengan makkah disini adalah seluruh tanah haram, menurut qaul yang sahih. Ada yang mengatakan hanyalah makkah saja. Dan aja juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud hanyalah Masjidil Haram saja.
Semua yang disebut di atas adalah shalat yang tidak mempunyai sebab. Tapi jika shalat yang mempunyai sebab, maka tidak dimakruhkan. Yang dimaksud dengan sebab adalah sebab yang mendahului atau yang menyertai. Di antara shalat yang memepunyai sebab yaitu shalat Qadha’ shal yang telah luput dari waktunya, seperti shalat fardu atau shalt sunnah yang telah dijadikan wiridan oleh seseorang.
Di dalam waktu yang lima tadi diperbolehkan shalat jenazah, sujud tilawah, sujud syukur dan shalat gerhana. Menurut qaul yang ashah tidak dimakruhkan shalat istisqa’ daalm lima waktu itu. Sebagian Ulam’ mengataka makruh seperti shalat  istikharah. Karena shahal istikharah tidak mempunyai sebab yang mendahuluinya. Juga di makruhkan shalat dua raka’at ihram, menurut qaul yang ashah. Karena shalt ini mempunyai sebab yang mendahuluinya yaitu  ihram. Adapun shalt tahiyatul masjid apabial sesorang memasuki masjid dalam waktu yang lima tadi dengan sesuatu tujuan, seperti I’tikaf, mengajar/mempelajari ilmu, dan lain sebagainya, maka tiudak makruh, menurut madzhab yang dipastika oleh jumhur Ulama’, karena da sebab yang bebarenag dengannya. Sedangkan jika sesorang itu memasuki masjid tanpa ada hajat apapun, tetapi hanya untuk shalat tahiyatul masjid, dalam hal ini ada ada dua wajah : yang lebih sesuai denag kias adalah  yang tersebut di syarah As-shaghir dan Ar-raudhah, bajhwasannya ia makruh. Hal ioni sama kedudukannya dengan orang yang mengakhirkan shalatnya hingga habis waktu untuk menqhadaknya dalam waktu yang lima itu.

Refrensi Utama : Kitab Kifayatul Akhyar

0 komentar:

Posting Komentar