PEMBAHASAN
فصل
في وخمسة أوقات لايصلي فيها إلاصلاة لها سبب
“Waktu yang dicegah untuk
Shalat”
Oleh : Nurul
Berkata
Syaikh Abu Syujak :
فصل :
وخمسة أوقات لايصلى فيها إلاصلاة لها سبب ، بعد صلاة الصبح حتى تغرب الشمس ، وعند
طلوعهاحتى تتكامل وترتفع قدر رمح ، وإذا استوت حتى
تزول ، وبعد العصر حتى تغرب الشمس ، وعند الغروب حتى
يتكامل غروبها
Fashl : “Ada 5 waktu yang seseorang tidak boleh
melaksanakan solat, selain ada sebab-sebab tertentu yakni: (1) setelah shalat
subuh hingga terbit matahari. (2) ketika terbit matahari hingga sempurna dan
kira-kira naik satu tombak. (3) ketika matahari erad di tengah-tengah langit
(persis di atas ubun-ubun) hingga tergelincir. (4) ketika terbenam matahari
hingga sempurna terbenamnya”.
Waktu yang didalamnya dimakruhkan mengerjakn shalat
yang tidak mempunyai sebab ada lima. Yang tiga berhubungan denagn waktu, yaitu
waktu terbit matahari hingga naik sepenggalah, ini pendapat yang sahih. Dan
waktu istiwa’ (ketika matahari persis di atas ubun-ubun) hingga
tergelincir, dan ketika matahari kekuning-kuningan hingga sempurna terbenam.
Yang menjadi dalil akan kemakruhannya adalah hadist yang diriwayatkan olh Imam
Muslim dari ‘Uqbah bin ‘Amar r.a. beliau berkata :
ثلاث
ساعات كان ينهانا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نصلي فيهن أونقبر فيهن أمواتنا
، حين تطلع الشمس بازغة حتى ترتفع ، وحين يقوم قائم الظهيرة حتى تميل الشمس ، وحين
تضيف الشمس للغروب
“Ada tiga waktu yang kita
sekalian dilarang oleh Rosululah saw mengerjakannya shalat didalamnya atau
mengubur mayit kita, yaitu waktu terbit matahari secara jelas sehingga naik,
waktu sesuatu berdiri tegak ditengah hari hingga tegelincir matahari dan waktu
matahari condong hampir terbenam”.
Adapun dua waktu yang lain berhubungan dengan
perbuatan, yaitu apabila seseorang telah melakukan shalat subuh dan asyar, oleh
karena itu jika seseorang melakuakn shalat subuh dan asyar di awal waktu maka
panjanglah waktu kemakruhannya begitu juga sebaliknya jika mengerjakan shalat
tersebut di akhir waktu maka sedikitlah waktu kemakruhannya. Dalil kemakruhan
mengerjakan shalat setelah subuh dan asyar yakni hadist yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Abu Hurairah r.a., dari Rosulullah saw :
ان رسول الله صلى الله
عليه وسلم نهى عن صلاة بعد العصر حتى تغرب
الشمس
,وبعد صبح حتى تطلع الشمس
“Bahwasannya Rosulullah saw melarang shalat sesudah shalat asyar
hingga terbenam matahari dan sesudah shalat subuh, hingga terbit matahari.”
Sebagai penerapan para Ulama’, bahwa orang uang
mengumpulkan shlat secara jamak taqdim dan menjalankan shalat asyar dijamakkan
dengan dhuhur, karena bepergian atua sakit atau karena hujan, juga dimakruhkan
shalat sunnah baginya. Bahwa bisa disebutkan bahwa shalat sunnah itu makruh
ketika berhubungan dengan waktu asli.
Ada beberapa pengecualian yakni diperbolehkannya
shalat dilima waktu yang telah disebut tadi dalam hal masa dan tempat. Adapun
pada masa yaitu waktu matahari istiwa’( ditengah-tengah langit ) pada
hari jum’at. Ketidak-makrihan shalat ketika istiwa’ pada hari jum’at itu
dad hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud r.a., hanya saja dia itu hadist
mursal. Ini juga dikarenakan apabila kantuk telah menguasai pada waktu itu,
oleh karena dengan bershalat sunnah dapat menolak kantuk karena khawatir akan
merusak wudhu dan kebutuhan seseorang melangkahi pundak orang. Pertama, Waktu-waktu
yang lain yang makruh untuk shalat yakni waktu zawal (gelincir) dihari
jum’at, menurut qaul yang sahih karena tidak adanya arti untuk ta’lil ini.
Ketidak-makruhan shalat sunnah pada waktu zawal itu beralku bagi siapappun
meskipun dia tidak mendatangi jum’at, menurut qaul yang sahih. Kedua, Adapun
tempat yang dikecualikan yakni Makkah, disana tidak di makhruhkan mengerjakan
shalat di salah satu lima waktu itu, baik shalat unutuk tawaf atau yang
lainnya. Yang dimaksud dengan makkah disini adalah seluruh tanah haram, menurut
qaul yang sahih. Ada yang mengatakan hanyalah makkah saja. Dan aja juga yang
mengatakan bahwa yang dimaksud hanyalah Masjidil Haram saja.
Semua yang disebut di atas adalah shalat yang tidak
mempunyai sebab. Tapi jika shalat yang mempunyai sebab, maka tidak dimakruhkan.
Yang dimaksud dengan sebab adalah sebab yang mendahului atau yang menyertai. Di
antara shalat yang memepunyai sebab yaitu shalat Qadha’ shal yang telah luput
dari waktunya, seperti shalat fardu atau shalt sunnah yang telah dijadikan
wiridan oleh seseorang.
Di dalam waktu yang lima tadi diperbolehkan shalat jenazah, sujud
tilawah, sujud syukur dan shalat gerhana. Menurut qaul yang ashah tidak
dimakruhkan shalat istisqa’ daalm lima waktu itu. Sebagian Ulam’
mengataka makruh seperti shalat istikharah. Karena shahal istikharah tidak
mempunyai sebab yang mendahuluinya. Juga di makruhkan shalat dua raka’at ihram,
menurut qaul yang ashah. Karena shalt ini mempunyai sebab yang mendahuluinya yaitu ihram. Adapun shalt tahiyatul masjid apabial
sesorang memasuki masjid dalam waktu yang lima tadi dengan sesuatu tujuan,
seperti I’tikaf, mengajar/mempelajari ilmu, dan lain sebagainya, maka tiudak
makruh, menurut madzhab yang dipastika oleh jumhur Ulama’, karena da sebab yang
bebarenag dengannya. Sedangkan jika sesorang itu memasuki masjid tanpa ada
hajat apapun, tetapi hanya untuk shalat tahiyatul masjid, dalam hal ini ada ada
dua wajah : yang lebih sesuai denag kias adalah
yang tersebut di syarah As-shaghir dan Ar-raudhah, bajhwasannya ia
makruh. Hal ioni sama kedudukannya dengan orang yang mengakhirkan shalatnya
hingga habis waktu untuk menqhadaknya dalam waktu yang lima itu.
Refrensi Utama : Kitab Kifayatul Akhyar
0 komentar:
Posting Komentar